11/30/2009

Berharganya Nikmat Sehat

"Nikmat sehat", dua kata yang begitu ringan dan begitu mudah bibir kita menyatakannya. Tetapi bagaimana dengan tiga kata ini"Berharganya Nikmat Sehat". Mungkin juga masih begitu ringan dan begitu mudah untuk diucapkan bagi kita yang belum merasakan betapa berharganya nikmat sehat atau belum merasakan sakit yang tidak biasa alias lama.

Ternyata itulah yang ku rasakan kini. Berharganya Nikmat Sehat adalah tiga kata yang begitu kuyakini kebenarannya.

Mengapa demikian? Ya karena untuk pertama kalinya aku merasakan sakit yang tidak biasa dan begitu lama ini. Tifus. Ya, penyakit tifus yang merupakan penyakit kebanyakan orang, tidak pilih orang apakah dia orang kaya, miskin, menengah. Juga penyakit yang tidak memandang umur, apakah tua, muda, bahkan anak-anak sekalipun.

Menurut yang aku tahu apakah dari dokter, situs-situs kesehatan, juga dari kabar-kabar orang kebanyakan, tifus adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyfosa. Indikasi adanya penyakit ini dengan badan panas secara terus menerus juga disertai dingin, lidah memutih seperti kotor, kepala pusing, kadang-kadang mual dan pada tingkatan tertinggi disertai dengan perut sakit secara terus menerus. Dan yang terpenting adalah tes widal yang menunjukkan angka positif dengan batas tertentu.


Selanjutnya yang aku tahu juga dari mereka, penyakit ini biasanya disebabkan karena kondisi makan yang kurang baik(kurang teratur, kurang steril, kurang banyak, pokoknya kurang semua), keletihan (kurang istirahat), banyak pikiran, dan lain - lain.

Lalu bagaimana denganku, yang manakah dari semua itu yang menyebabkan aku mengalami penyakit ini yang menyebabkan aku harus istirahat lebih dari dua bulan lamanya. Jika aku boleh menyimpulkan, hampir semua penyebab itu ada padaku. Kecuali mungkin makan, untuk makan aku termasuk orang yang mudah jijik, kebersihan adalah yang utama. Juga kondisi tinggal jauh dari orang tua membuatku lebih teratur makan, kurang jajan, karena kondisi tempat tinggal juga tidak memungkinkan seperti itu. Allahu'alam.

Untuk banyak pikiran, setelah ku coba mereplai memori di hatiku mungkin memang benar aku terlalu banyak pikiran. Kenapa begitu, setiap kali ada orang yang menjengok atau menanyakan kabarku selalu saja berpesan jangan banyak pikiran, jangan banyak pikiran. Selalu itu yang menjadi pesan mereka termasuk keluarga intiku (kakak-kakakku) juga teman-teman di kantorku.

Lalu apakah pikiranku itu, mungkin terlalu komplit dan pelit untuk dipaparkan.Mungkin juga aku yang berlebihan. Yang jelas, permasalahan keluarga yang terkadang juga cukup pelit jika dipikirkan. Selanjutnya kondisi kerja, mengapa semakin ku jalani pekerjaan ku yang sekarang ini aku semakin bingung. Dulu ketika awal aku memasuki instansi itu begitu jelas apa yang harus ku kerjakan. Bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawab. Tetapi mengapa, kondisinya seperti kita yang mencari kerja, kita yang membutuhkan kerja. Bukankah kita direkrut dan digaji untuk pekerjaan yang sudah jelas. Kenapa tidak langsung diarahkan saja ke pekerjaan tersebut. Insya Allah prinsip "kami dengar dan kami taat" masih bisa berlaku. Juga mungkin ada masalah-masalah lain; pernikahan, gempa, dan lain-lain yang terkadang juga menyita pikiran.

Terus bagaimana dengan keletihan, benarkah keletihan juga mengambil peranan penting dalam sakitku ini? aku pikir benar juga adanya.

Mungkin aku tidak perlu mengungkit kesibukanku sejak setahun yang lalu ketika aku harus menjadi cad salah satu ppi. Keputusan berat yang harus ku terima. Tetapi setidaknya itu seharusnya menjadi perbandingan bagiku. Begitu sibuknya aku satu bulan itu, mengurus semua persyaratan yang harus diurus sendiri, mengendarai motor sampai bolak balik kadang juga harus menembus hujan karena deadline waktu yang mepet. Belum lagi tekanan-tekanan mental apakah dari luar ppi atau bahkan di dalam ppi itu sendiri. Sungguh mungkin lelah lahir bathin, tetapi subhannallah aku tidak sakit bahkan demanpun tidak.

Lalu bagaimana dengan kesibukanku kini yang mungkin juga turut andil atas sakitku. Memang tidak dapat dipungkiri tidak lama dalam masa kerjaku, aku harus DL ke NTB jarak yang begitu jauh dan asing untuk ukuran aku yang baru, dan itu bertepatan dengan bulan ramadhan, tidak berselang harus lpj ke bogor, dan tidak berselang juga harus pergi ke Palembang yang begitu menyita banyak tenaga, end then gempa menyusul meluluhlantakan negeriku yang menjadi start awal dari sakitku.Lelah lahir bathin.

Satu hal yang mungkin terlupakan, adalah sunnatullah. Tidak selamanya kita sehat, pasti ada sakitnya. Begitu juga sebaliknya.

Tetapi sudahlah, kembali ke bahasan awal. Sungguh ketika istirahat sakit, tidak ada yang lain yang bisa ku lakukan. Sakit yang telah membuatku berhenti dari semua rutinitas kerjaku, membuat orang tuaku dan seluruh keluarga resah harus ku jalani dengan berbaring diam. Karena itulah kata dokter, istirahat total dengan berbaring, berdiri hanya untuk aktivitas sholat, makan, dan ke toilet. Mengkonsumsi makanan yang lunak, tidak pedas, tidak berbumbu, tidak keras, dan lain-lain. Jika tidak, usus dipaksakan untuk bekerja dan itu berbahaya, membuat usus rusak. Sungguh hal yang berat bagiku yang tidak biasa diam.


Tetapi sungguh di balik semua ini, ku coba untuk menata hati memetik hikmah dari setiap kejadian ini,

pertama, dengan sakit aku begitu memahami betapa besarnya nikmat sehat, dengan begitu untuk selanjutnya mudah-mudahan aku akan menjaga makanan/nutrisi, pikiran lebih ditata, dan istirahat yang cukup.

kedua, ketika sakit mulai dari kejadian awal gempa sampai kondisi penyembuhanku secara bergantian semua kakakku pulang dari seberang. Mungkin bukan spesial untukku mereka pulang, tetapi sungguh ketika sakit, berada di rumah kerinduan yang begitu lama terpuaskan dengan tanpa batas.

Ketiga, aku harus bisa menerima kenyataan dengan kondisi kerjaku sekarang. Bekerja sesuai kebutuhan kantor. Bekerja ikhlas dan sungguh-sungguh. Insya Allah ini yang terbaik bagiku.

Keempat, sakit ini ujian untuk menguji kesabaranku. Kenapa demikian, ketika sakit ku harus sabar menahan, ketika bosan ku harus sabar menghibur diri, dan ketika ingin sekali beraktifitas dokter dan kondisi belum mengizinkan.

Kelima, mengajarkan untuk lebih peduli. Ketika sakit sungguh ku begitu ingin diperhatikan, ingin lebih disayangi,ingin dimanja, dll.

Insya Allah banyak hikmah dari semua ini, dan satu hal yang ku yakini sampai hari ini pasti ada hikmah yang lebih indah dibalik ini yang akan diturunkan oleh Allah Subhannahu Wa' Ta'ala untuk ku. Semoga hikmah itu ku raih. Aamiin.

11/15/2009

Sabar

Kesabaran merupakan salah satu induk dari akhlak terpuji seperti yang diutarakan oleh M. Anis Matta dalam bukunya Membentuk Karakter Cara Islam.

Dalam aplikasinya, kesabaran akan melahirkan sifat yang tenang, konsisten, pengendalian diri, lembut, santun, dan mampu menjaga rahasia.

Selain itu dalam Al-Qur'an jelas dinyatakan selain sholat, sabar adalah sebaik-baik penolong. Demikian juga sabar juga menunjukkan kualitas iman seseorang, karena sabar adalah salah satu sifat orang beriman.

Semoga Allah membimbing kita menjadi orang yang sabar, senantiasa berkumpul dengan orang yang sabar. Aamiin.